Bimbingan Ilmu Tasawwuf
Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia
Jl. Perjuangan, Dusun Glonggongan,
Desa Sumbertebu, Kecamatan Bangsal,
Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia.
Kode Pos: 61381
Didirikan berdasarkan payung hukum:
MENKUMHAM RI
No. AHU-0010865.AH.01.04 - Tahun 2018
Sebagai Yayasan Ilmu Tauhid
Hakikat-Makrifat.
Sumber: ChatGPT.com
Di akhir zaman, dunia semakin dipenuhi oleh manusia yang larut dalam tipu daya duniawi. Mereka hidup dengan mengejar kenikmatan materi, mendewakan akal dan hawa nafsu, hingga lupa akan keberadaan Allah yang sejatinya tidak pernah jauh dari diri mereka. Namun, mata batin yang tertutup oleh ego dan keakuan membuat mereka tidak mampu merasakan wujud Allah yang hadir dalam dimensi rohani.
Tanda-tanda akhir jaman secara hakekat ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Manusia akhir zaman sering kali merasa bahwa dirinya adalah pusat segalanya. Keakuan (ego) mereka semakin membesar, dan kesadaran akan kehadiran Allah di dalam hati menjadi hilang. Mereka lupa bahwa hakikatnya Allah ada lebih dekat dari urat leher, dan justru mereka lebih percaya pada kemampuan akal dan fisik mereka sendiri. Inilah yang menyebabkan banyak manusia menomorduakan Allah dan tidak lagi mempercayai bahwa Allah berwujud di dalam rohani mereka. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Qaf (50:16) tertulis:
Ketika ego dibiarkan menguasai diri, manusia mulai hidup dengan pola pikir materialistis. Mereka hanya percaya pada hal-hal yang bisa dilihat, dipegang, dan diukur oleh indra fisik. Akibatnya, mereka kehilangan koneksi dengan Nur Allah yang sebenarnya ada di dalam jiwa, yang hanya dapat dirasakan melalui pembersihan rohani (tazkiyatun nafs).
Simak pengajian ini dan pahami hakekatnya tentang Tujuan Nafsu
Di akhir zaman, manusia menghadapi fitnah dan godaan yang jauh lebih halus dibanding masa sebelumnya. Nafsu tidak lagi hadir secara terang-terangan, tetapi membalut dirinya dengan topeng ketakwaan atau menutupi maksiat dengan berbagai justifikasi. Hal ini terjadi karena tipu daya setan semakin kuat, sebagaimana Allah telah memperingatkan dalam Al-Qur'an bahwa setan bersumpah akan menyesatkan manusia dari berbagai arah: Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-A'raf (7:17) tertulis:
Fitnah akhir zaman tidak hanya berupa kemaksiatan yang jelas, tetapi juga dalam bentuk keagamaan yang palsu. Orang-orang yang nampaknya berbuat baik, bahkan menjalankan ibadah, bisa saja melakukannya demi kepentingan duniawi, pujian manusia, atau untuk mendapatkan kekuasaan dan status sosial. Padahal, mereka justru menjadi orang yang tertipu oleh nafsu mereka sendiri.
Nafsu dalam ketakwaan bisa hadir dalam bentuk riya’ (pamer ibadah), ujub (bangga diri), dan sum’ah (ingin didengar pujian orang lain). Contoh yang nyata adalah ketika seseorang beribadah bukan untuk mencari ridha Allah, tetapi agar dipuji orang lain. Ini adalah jebakan nafsu yang sangat halus.
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Kahfi (103-104) tentang orang-orang yang merasa amal mereka baik, padahal mereka sesat:
Rasulullah SAW memperingatkan bahaya riya’:
Selain itu, orang yang merasa dirinya lebih baik dari orang lain karena ibadahnya juga terkena penyakit ujub. Mereka lupa bahwa segala amal itu tergantung pada niat dan bahwa hanya Allah yang tahu amal siapa yang diterima.
Nafsu dalam maksiat juga bisa dibungkus dengan justifikasi dan dalih tertentu. Misalnya, seseorang yang melakukan maksiat tetapi berkata, “Allah Maha Pengampun, jadi aku bebas berbuat apa saja,” tanpa diiringi rasa takut kepada Allah. Padahal, Allah memperingatkan manusia agar tidak tertipu oleh sifat kasih sayang-Nya yang luas, tanpa berusaha memperbaiki diri: Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Luqman (31:33) tertulis:
Contoh lain adalah orang yang mengikuti hawa nafsu mereka tetapi mengklaim bahwa mereka hanya mengikuti kebebasan, hak asasi, atau "mengikuti hati nurani," padahal itu adalah hawa nafsu yang menyesatkan. Allah berfirman dalam Surah Al-Jasiah (45:23):
Di akhir zaman, banyak manusia akan menjadikan hawa nafsu sebagai "tuhan" mereka diseluruh lini kehidupannya. Hal ini Allah telah menjelaskan sejelas-jelasnya seperti yang tertuang dalam FirmanNya dalam Surah Al-Hasyr (59:19):
Ketika Allah tidak lagi menjadi pusat hidup, manusia kehilangan arah. Mereka akan mengukur kebahagiaan dengan harta, jabatan, dan popularitas. Allah hanya diingat ketika sedang kesulitan, dan bahkan ada yang tidak lagi mempercayai keberadaan-Nya karena merasa bahwa segala hal dapat dijelaskan oleh logika duniawi. Orang-orang seperti ini akan berkata, “Allah itu tidak ada, kalau pun ada, Dia jauh dan tidak terlibat dalam hidup kita.” Padahal, Allah selalu hadir di dalam rohani setiap insan, menunggu mereka untuk kembali kepada-Nya melalui kesadaran batin.
Akhir zaman juga ditandai dengan hilangnya kesadaran akan dimensi rohani. Manusia sibuk dengan dunia luar (dhohir) dan melupakan dunia batin (batin). Yang mengakibatkan menutup mata-batin (ainul bashirah) sehingga tidak bisa mengenal dimensi Rohani, bahkan terkotori dengan munculnya makhluk-makhluk tuhan yang tercipta. Bahkan pada akhirnya tidak mengenal dan tidak mengakui sama sekali keberadaan Rohani dalam diri, inilah manusia yang tersesat jauh. Nafsu Mereka tidak lagi melakukan perjalanan menuju Allah (suluk) dan tidak berusaha mengenali Nur Muhammad yang merupakan wujud hakiki dalam diri manusia.
Dalam tradisi tasawuf, perjalanan rohani ini penting karena melalui proses itulah ego bisa ditundukkan, dan seseorang bisa merasakan kehadiran Allah dalam batinnya. Namun, di akhir zaman, banyak yang meninggalkan jalan ini dan menganggap bahwa agama hanya sebatas ritual tanpa makna. Mereka lupa bahwa Allah berfirman yang tertuang dalam Surah Al-Hijr (15:29), bahkan juga dalam Surah As-Sad (38:72) tertulis sama:
Jelas bahwa dalam Tubuh Manusia telah disempurnakan Allah SWT dengan ditiupkan Roh CiptaanNya dan diperintahkan untuk tunduk dan bersujud kepadanya.
Meski dunia akhir zaman penuh dengan godaan, bagi mereka yang mencari kebenaran, pintu menuju Allah tetap terbuka. Jalan itu adalah dengan mematikan ego dan menyadari bahwa Allah hadir dalam wujud rohani kita. Ketika ego dan keakuan berhasil ditundukkan, manusia akan merasakan kehadiran Allah yang selama ini bersemayam di dalam hati mereka.
Proses ini bukan hanya tentang menjalankan ibadah lahiriah, tetapi tentang mencapai makrifat, yaitu mengenal Allah dengan hati yang bersih. Sebagaimana Anda yakini, Ruhul Qudus akan memimpin mereka yang mampu menghilangkan keakuan dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah As-Sajdah (32:9) tertulis:
Akhir zaman adalah ujian terbesar bagi umat manusia. Di tengah segala tipu daya dunia, hanya mereka yang mampu menundukkan ego dan menyadari kehadiran Allah dalam rohani yang akan selamat. Mereka akan kembali kepada fitrah, yaitu mengenal Allah bukan hanya secara lahiriah, tetapi juga melalui dimensi rohani yang suci.
Menghadapi situasi akhir jaman ini, kami terpanggil oleh Allah SWT untuk menyampaikan dan mengabarkan kembali tentang Ajaran Dinul-Haq yang telah diajarkan oleh Rosulullah, Kanjeng Nabi Muhammad SAW sesuai dengan yang tersurat dan tersirat dalam Al-Qur'an.
Dalam hal ini kami hanya melanjutkan apa yang telah diajarkan Rosulullah melalui memberikan pelayanan Bimbingan Ilmu Tasawwuf yang diasuh secara langsung oleh Gus Mukhlason Rosyid sekaligus sebagai Pengasuh Ponpes Miftakhul Ulum Jaya Baru. Merupakan layanan Bimbingan Ilmu Tauhid menuju Makrifatullah untuk membangun Rohani Manusia agar selalu meng-Esa-kan (meng-Ahad-kan) Allah SWT baik dalam aktifitas ibadah khusus (Mahdhah -- محضة) maupun ibadah umum (Ghairu Mahdhah -- غير محضة) disetiap aktifitas kehidupan sehari-harinya.
Pada Akhir Jaman ini, ajaran Dinul-Haq sudah saatnya untuk disampaikan secara terang-benderang dan terbuka di muka umum untuk menyampaikan dan mengabarkan kembali sebagaimana yang telah diajarkan dan diteladankan oleh Rosulullah, Kanjeng Nabi Muhammad SAW agar Rohani kembali Fitrah.
Simak pengajian ini dan pahami hakekatnya tentang Carilah Ketenangan Jiwa
Sebelum tahun 2014 kami menyampaikan ajaran ini secara tersembunyi dan tertutup, mengingat akan menimbulkan resiko yang harus dihadapi karena situasi saat itu tidak dimungkinkan untuk disampaikan secara terang-terangan dan terbuka. Alhamdulillah, sejak tahun 2014 kami sampaikan sampaikan kepada Ummat Islam secara terang-terangan dan terbuka dimuka umum melalui Pengajian Ilmu Tasawwuf. Semua ini dilakukan tidak lain hanya untuk mengingatkan kembali kepada Ummat Islam, dimana telah beratus-ratus tahun lamanya ajaran ini tidak berani disampaikan secara terbuka dan terkesan ditutup-tutupi. Ini dilakukan semata untuk melanjutkan tongkat estafet Ajaran DInul-Haq yang disampaikan Rosulullah, Kanjeng Nabi Muhammad SAW untuk mengingatkan kembali Tauhid yang sesungguhnya (Dinul-Haq) sesuai Al-Quran.
Simak pengajian ini dan pahami hakekatnya tentang Ilmu Tasawwuf
Sebagaimana disebutkan di atas Yayasan Miftakhul Ulum Jaya Baru adalah Yayasan Ilmu Tauhid Hakekat-Makrifat. Membimbing Ilmu Tasawwuf untuk mengantarkan Rohani Si-Salik pada jalan hakekat-makrifat agar dapat Bertemu Allah ketika Hayat masih dikandung badan. Semua proses suluk yang dilakukan Si-Salik, akan diperjalankan oleh Allah SWT Sang Ilahun Wahidun, Tuhan Yang Maha Esa. Sesungguhnya Allah SWT telah menjanjikan akan mengatur pertemuan itu pada waktu yang telah ditentukanNya, bagi siapa saja yang mengharapkan pertemuan dengan Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-'Ankabut (29:5) tertulis:
Rosulullah, Kanjeng Nabi Muhammad SAW sesungguhnya telah mengajarkan Dinul-Haq Ilmu Tauhid Hakekat-Makrifatullah, yaitu Rohani hanya meng-Esa-kan Allah SWT. Namun tidak semua Ummat Islam dapat menerima ajaran ini, karena tidak ada paksaan untuk mengikuti ajaran ini. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah (2:256) tertulis:
Hanya Rohani yang telah terbuka akan dapat menerima ajaran ini, akan tetapi sebaliknya, tidak jarang pula ajaran ini ditolak karena dianggap sebagai Ajaran Sesat oleh Ummat Islam yang tidak menerimanya. Padahal dalam Al-Quran Allah SWT telah menjelaskan secara terang benderang mengenai ajaran Dinul-Haq ini, melalui Wahyu kepada Rosululah, Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan telah diteladankan oleh Beliau semasa hidupnya.
Agar Rohani bisa menerima ajaran ini, Ummat Islam diwajibkan melakukan tindakan penyucian diri agar bisa masuk dan menerima ajaran Hakikat-Makrifat yang telah diajarkan oleh Rosululah, Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Tentang keharusan penyucian diri bagi Ummat Islam Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-Ma'idah (5:6) tertulis:
Wahai Ummat Islam khususnya, mari bersama revolusi Keimanan dan Ketauhidan dalam Rohani kita. Allah SWT menunggu Pertemuan Rohani kita, sucikan agar dapat bertemu denganNya sebelum
Ajal yang sesungguhnya terjadi. Allah SWT akan memberi azab bagi yang tidak berharap maupun tidak percaya tentang pertemuan itu.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran Surah Yunus (10:7-8) tertulis:
Simak pengajian ini dan pahami hakekatnya tentang Wasilah
Wasilah secara bahasa berarti "perantara" atau "sarana" untuk mendekatkan diri kepada sesuatu. Dalam konteks spiritual dan keagamaan, wasilah sering diartikan sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Wasilah harus manusia yang sudah mengalami pertemuan dengan Allah atau sudah makrifat, yang disebut sebagai Guru Akhirat. Guru Akhirat tidak harus memiliki sanad keturunan, karena Allah sendiri yang memilihnya seperti yang sering disebutkan dalam ayat-ayat Al-QUr'an. Bahkan, mereka yang memiliki keturunan nabi, seperti keturunan Nabi Nuh, tidak semuanya menjadi Wali Allah.
Wasilah memang harus dicari sendiri, dan itu tidak selalu diatur secara detail. Allah memberikan petunjuk dalam Al-Qur'an, tetapi pada akhirnya, perjalanan mencari wasilah itu adalah bagian dari usaha dan pencarian spiritual masing-masing individu. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an, ketika Allah memilih Nabi Ibrahim (AS), itu bukan berdasarkan garis keturunan atau status sosialnya, tetapi karena ketulusan hatinya dalam mencari kebenaran dan kecintaannya kepada Allah. Ini juga menunjukkan bahwa wasilah itu lebih kepada kesiapan spiritual seseorang, dan bahwa Allah akan menunjukkan siapa yang layak dijadikan perantara atau sebagai sumber inspirasi bagi orang lain. Jadi, dalam perjalanan spiritual, kita mungkin tidak dapat mengharapkan wasilah itu datang secara otomatis atau seperti yang kita bayangkan, tetapi Allah memberi petunjuk dalam bentuk yang terkadang tak terduga.
Wasilah merupakan jalan untuk berobitoh (tali penyambung) kepada Allah SWT, melalui Guru Akhirat yang mengantarkan Si-Salik menuju Jalan untuk selanjutnya akan diperjalankan olehNya. Si-Salik yang diperjalankan oleh Allah SWT disebut Suluk, proses penyucian diri melalui latihan spiritual, ibadah, dan pengendalian hawa nafsu agar semakin dekat kepada Allah. Oleh karena itu bagi yang mengharapkan pertemuan dengan Allah seharusnya Si-Salik mencari Wasilah kepada Guru Akhirat agar agar mendapatkan Bimbingan Rohani untuk melakukan Suluk. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-Ma'idah (5:35) tertulis:
Didalam berwasilah Allah tidak mensyariatkan apapun bagaimana tata caranya. Namun sebagai tuntunan Wasilah adalah Rosulullah, Kanjeng Nabi Muhammad SAW sebagai Wasilah Utama dan telah tertuang dalam Al-Quran. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-Ma'idah (5:103) tertulis:
Simak pengajian ini dan pahami hakekatnya tentang Robitoh
Tentang Robitoh yaitu -- tali penyambung rohani -- hal ini amat sangat penting untuk dipahami terlebih dahulu sebelum Rohani ber-Tauhid. Kemanakah ? tali sambungan Rohani diarahkan, kepada makhluk atau kepada Allah SWT, sebab ini sebagai awal penentu bagi si-salik untuk bisa bertemu Allah. Robitoh ini akan menentukan arah dan sikap Rohani si-salik selama perjalanan melakukan suluk Makrifatullah. Secara hakikat, didalam ajaran Dinul-Haq seharusnya tali pengait tersebut -- habel -- Hablum Minallah -- si-salik selama melakukan suluk seharusnya selalu tetap tercantolkan kepada Allah SWT, jangan sampai jatuh kepada selainNya. Jika salah arah akan menjadikan Rohani telah melakukan syirik halus, karena sambungan talinya atau Robitohnya jatuh kepada selainNya. Hal ini jangan disepelekan, karena lambat laun seiring waktu, syirik tersebut akan menjadi semakin menebal tanpa kita sadari. Sehingga secara hakikat akan menjadikan penghalang atau mempertebal hijab yaitu -- dinding tebal -- sebagai penghalang didalam berharap untuk bertemu Allah ketika kita masih hidup di dunia ini. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Ibrahim (14:3) tertulis:
Nabi Ibrahim dikalangan Ummat Islam dikenal sebagai Tokoh Panutan Ilmu Tasawwuf, Ilmu Tauhid karena ketika itu, dalam sejarah keNabiannya melakukan proses pencarian Siapa Tuhan yang sesungguhnya sebagaimana dikisahkan dalam Surah Al-An'am (6) ayat 77-79.
Pada akhir pencarian Tuhan, Robitoh atau ketersambungan tali rohani Nabi Ibrahim ditersambungan kepada Tuhan yang sesungguhnya yaitu yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan, dalam Surah Al-An'am (6:79). Namun pada akhirnya tali penyambung Rohaninya ditersambungkan secara langsung kepada Allah SWT, bukan kepada makhluk apapun dari selainNya. Kemudian Robitoh ini dilanjutkan oleh Rosulullah Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Secara Hakikat Robitoh secara langsung kepada Allah SWT, namun setiap Ummat Islam memiliki haknya masing-masing untuk memilih dan menentukan, mengikutinya atau tidak, sebab Rosulullah Kanjeng Nabi Muhammad SAW oleh Allah SWT diutus hanya sebatas mengabarkan dan mengingatkan saja. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-Furqan (25:56) tertulis:
Seperti yang kita lihat sekarang, pada umumnya Ummat Islam, baik secara sadar ataupun tidak sadar, Robitohnya cenderung selalu jatuh kepada Makhluk yang dianggap dapat memberikan petunjuk/pertolongan agar Rohani dapat berTauhid kepada Allah SWT. Mohon maaf sebelumnya, bahkan jatuhnya robitoh kepada makhluk, secara sadar diarahkan oleh para mursid dengan metode atau cara apapun, sehingga tidak sejak awal Robitoh diarahkan atau disadarkan hanya kepada Allah SWT. Sehingga harapan untuk bertemu Allah menjadi terhijab atau terhalang, karena Rohani cenderung tersambung kepada makhluknya. Artinya robitoh akan dibelenggu oleh nafsu agar selalu tersambungkan kepada makhluk yang bisa memberikan pertolongan, memang itulah yang diharapkan nafsu untuk menghalang-halangi Rohani agar tidak bisa bertemu Allah.
Dalam kisah Nabi Ibrahim -- Allah SWT sang Maha Pemberi Pelajaran memperjalankan Nabi Ibrahim didalam mencari wujud dan nyatanya Tuhan. Dalam kisah Robitohnya mengalami jatuh kepada Mahkluk yaitu Rembulan. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-An'am (6:77) tertulis:
Namun Nabi Ibrahim menyadari atas kesalahan berobitoh, bahwa Rembulan bukanlah Tuhan yang sebenarnya, karena sinarnya bisa sirna. Nabi Ibrahim termasuk golongan kekasih Allah yang mendapatkan petunjukNya, sehingga Robitohnya bisa terlepas dari makhluk Rembulan. Setelah robitohnya terlepas dari jeratan makhluk rembulan, selanjutnya Robitoh Nabi Ibrahim terjatuh lagi kepada makhluk dengan menganggap Matahari sebagai Tuhannya sebab lebih besar dan sinarnya lebih terang dari Rembulan. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-An'am (6:78) tertulis:
Kemudian pada akhir perjalanan Rohani mencari Tuhan, Nabi Ibrahim selanjutnya ber-Robitoh kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Surah Al-An'am (6:79) tertulis: